Detik.com – Jakarta – Penasihat Field Epidemiology Training Program (FETP) dr. I Nyoman Kandun MPH mengatakan imunisasi sangat penting untuk membentuk daya tahan tubuh dalam melawan penyakit tertentu. Menurutnya, imunisasi juga merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang spesifik dan efektif dari segi biaya.
Ia mengungkapkan salah satu upaya imunisasi yang pernah masif dilakukan pemerintah adalah program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang dimulai pada tahun 1995. PIN saat itu merupakan program untuk mengeradikasi virus polio.
“Pemberian vaksin oral polio pada 1995-1997 diberikan pada siapa saja, tanpa memandang seseorang itu sudah diberikan vaksin polio secara rutin atau belum. Bagi yang telah mendapat imunisasi polio rutin, maka pemberian kembali vaksin polio akan memperkebal daya tahan tubuhnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (17/11/2020).
“(Sementara bagi) mereka yang belum mendapat vaksin polio, maka bisa dikatakan mendapatkan imunisasi dasar,” imbuhnya dalam acara Dialog Produktif bertema Belajar dari Sukses PIN Polio, yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
Dia menuturkan PIN saat itu bertujuan untuk mengeradikasi polio di Indonesia. Masyarakat perlu mengetahui tahap-tahap penanganan penyakit menular, yaitu mengontrol, mengeliminasi dan mengeradikasi.
“Mengontrol adalah menekan insiden penyakit menular. Sedangkan mengeliminasi adalah menekan hingga angka yang sangat rendah, bisa sampai nol, tapi virusnya tidak hilang. Mengeradikasi artinya, di samping kita bisa menekan penularan sampai nol, virusnya juga bisa hilang. Seperti misalnya cacar yang tidak ditemukan lagi adanya virus cacar sehingga kita bisa dikatakan mengeradikasi cacar,” terangnya.
Cakupan imunisasi rutin polio yang dimulai dari 1995, kata dia, sempat menurun akibat terdampak krisis multidimensi pada periode 1998-2002. Pada 2002 baru pemerintah melakukan PIN kembali hingga kemudian pada 2005 virus polio liar (wild polio virus) teridentifikasi di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.
“Penanganan virus polio di Cidahu sebenarnya telah dilakukan dalam tindakan cepat yang dikenal sebagai sub PIN, supaya virus polio liar yang masuk Cidahu tidak menyebar. Tapi virus tersebut menyebar ke Sumatera dan wilayah lainnya,” jelas dr. Nyoman.
Lebih lanjut, Pemerintah kemudian menetapkannya sebagai KLB dan kembali menjalankan PIN. Hasilnya, polio kembali sukses diberantas pada 2006. Kemudian pada 2014, label bebas polio diberikan WHO kepada Indonesia.
“Sampai saat ini tidak ditemukan lagi penderita polio yang disebabkan virus polio liar. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus? Cakupan imunisasi harus setinggi-tingginya, bila perlu 100%,” terang dr Nyoman.
“Imunisasi merupakan investasi masa depan bagi anak Indonesia. Dengan dibekali imunisasi yang melindungi mereka dari penyakit menular, maka anak Indonesia bisa tumbuh sehat secara fisik dan mental. Dengan begitu anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan cerdas,” sambungnya.
Sementara itu, Konsultan Imunisasi dan Pengawasan untuk Lembaga Pencegahan dan Pengendalian Penyakit CDC Atlanta Kantor Indonesia, dr. I Nyoman Kandun MPH menambahkan imunisasi melalui vaksin terbukti sebagai pendekatan kesehatan masyarakat yang paling efektif. Menurutnya, tanpa vaksin dan program imunisasi manusia tidak bisa menang perang melawan virus.
dr. Jane menuturkan kunci sukses untuk membebaskan Indonesia dari polio menurutnya adalah dukungan dari jajaran pemerintah yang memiliki keinginan kuat untuk menghapus virus ini dari Indonesia. Selain itu dukungan sumber daya tenaga kesehatan dan logistik yang cukup juga membantu Indonesia terbebas polio.
“Tidak kalah penting, komunikasi dengan masyarakat melalui berbagai media terlaksana dengan baik sehingga imunisasi dengan vaksin yang sesuai, mampu diterima dan terbukti sebagai pendekatan kesehatan yang efektif,” pungkasnya.