Jakarta – Para ilmuwan di Inggris baru saja merekrut peserta pertama di dunia untuk menjadi bagian dari studi antibodi terkait pengobatan COVID-19. Jika pengobatannya efektif, itu bisa memberi mereka yang sudah terpapar SARS-CoV-2 perlindungan supaya tidak terjangkit COVID-19.
“Kami tahu bahwa kombinasi antibodi ini dapat menetralkan virus,” jelas ahli virologi University College London Hospitals (UCLH) Catherine Houlihan.
“Jadi kami berharap bahwa memberikan pengobatan ini melalui suntikan dapat mengarah pada perlindungan langsung terhadap perkembangan COVID-19 pada orang yang telah terpapar – ketika sudah terlambat untuk memberikan mereka vaksin,” sambungnya sebagaimana dilansir Live Science, Selasa (29/12/2020).
Ini mungkin bukan pengobatan antibodi pertama untuk COVID-19 yang pernah ada. Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump juga pernah diberi antibodi monoklonal ketika dia terserang penyakit tersebut, dan di Amerika Serikat sendiri dua perawatan antibodi yang berbeda, casirivimab dan imdevimab, telah menerima persetujuan darurat pada bulan November.
Tetapi perawatan antibodi tersebut diberikan kepada pasien dengan COVID-19 ringan atau sedang, yang berisiko berkembang ke versi penyakit yang parah. Nah, terapi antibodi baru ini, yang disebut AZD7442 dan dikembangkan oleh UCLH dan AstraZeneca, sedikit berbeda.
AZD7442 adalah kombinasi dari dua antibodi monoklonal AZD8895 dan AZD1061, yang keduanya menargetkan domain pengikat reseptor dari protein lonjakan SARS-CoV-2.
“Dengan menargetkan wilayah protein lonjakan virus ini, antibodi dapat memblokir perlekatan virus ke sel manusia, dan, oleh karena itu, diharapkan dapat memblokir infeksi,” tulis tim tersebut di situs web US ClinicalTrials.gov.
Antibodi normal diproduksi oleh tubuh setelah infeksi, sementara antibodi monoklonal diklon di laboratorium dan dapat disuntikkan ke orang yang sudah terinfeksi, untuk membantu sistem kekebalan dalam memerangi penyakit.
Para peneliti berharap bahwa AZD7442 yang baru memulai studi Storm Chaser (nama untuk uji coba fase 3) dapat memberikan perlindungan bagi mereka yang telah terpapar virus tetapi belum memiliki gejala. Secara efektif, mereka mencoba menghentikan COVID-19 terjadi sejak awal.
Para peneliti sedang melihat bagaimana antibodi ini dapat bekerja untuk orang dengan sistem kekebalan yang lemah dalam percobaan kedua yang disebut PROVENT.
“Kami akan merekrut orang yang lebih tua atau dalam perawatan jangka panjang, dan yang memiliki kondisi seperti kanker juga HIV yang dapat memengaruhi kemampuan sistem kekebalan mereka untuk merespons vaksin,” kata konsultan penyakit menular UCLH Nicky Longley kepada The Guardian. .
“Kami ingin meyakinkan siapa pun yang mungkin tidak berhasil mendapatkan vaksin bahwa kami dapat menawarkan alternatif yang sama protektifnya,” tuturnya. Untuk sementara ini, masih diawasi efek dan manfaat dari antibodi yang tengah dikembangkan.