Site icon Info Vaksi Covid-19

Sejarah Kelam Vaksinasi Picu Masyarakat Jepang Enggan Terima Vaksin COVID-19

“Setelah gugatan itu, saya kira pemerintah berpikir mereka akan digugat kalau secara aktif menjalankan program imunisasi, lalu misalnya timbul masalah,” kata Tetsuo Nakayaman, seorang profesor di Institut Kitasato untuk Sains Kehidupan yang fokus pada virologi.

“Warga berpikir sesuatu yang negatif akan terjadi kalau mereka mendapat vaksin,” imbuhnya. “Akibatnya, program imunisasi di Jepang tidak pernah berkembang selama 15 hingga 20 tahun terakhir.”

Contoh paling segar terjadi 2008 silam, saat vaksin Haemophilus atau Hib diperkenalkan ke publik. Namun baru digulirkan, pemberitaan deras media terhadap dugaan efek samping menyurutkan minat warga.

Penelitian lanjutan membuktikan dugaan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah. Tapi minat publik sudah lebih dulu menukik tajam, dari 70 persen di awal, menjadi kurang dari 1 persen. “Situasinya sangat mengecewakan buat ilmuwan,” kata pakar epidemiologi, Harumi Gomi. 

Untuk saat ini Jepang dinilai masih tertinggal selama berpekan-pekan, atau bahkan beberapa bulan, dalam program imunisasi massal. Padahal pemerintah di Tokyo sebelumnya sudah memesan ratusan juta dosis vaksin dari Moderna, AstraZeneca dan Pfizer untuk memenuhi kebutuhan 127 juta penduduknya.

Menurut Gomi, pemerintah harus lebih dulu meyakinkan penduduk sebelum bisa menjalankan program vaksinasi. “Mereka harus menjelaskan risiko terinfeksi virus, keuntungan vaksin dan efek sampingnya,” kata dia.

“Tidak ada vaksin yang 100 persen aman. Program imunisasi tidak akan bisa berjalan jika hal itu yang dituntut warga.”

Exit mobile version