JAKARTA, KOMPAS.com – Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan pentingnya keterbukaan pemerintah kepada publik terkait penanganan pandemi Covid-19.
Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi kabar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merupakan penyintas Covid-19 dan telah mendonasikan plasma konvalesen. Sementara, pemerintah belum pernah mengumumkan bahwa Airlangga sempat terpapar Covid-19.
“Selalu disampaikan bahwa keteladanan dimulai dari pejabat publik atau tokoh. Kalau tidak terbuka ya bagaimana mau memberi imbauan,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/1/2021).
Baca juga: Donasikan Plasma Konvalesen, Kapan Airlangga Hartarto Mengidap Covid-19?
Menurut Dicky, tidak adanya keterbukaan lantas menjadi pertanyaan bagaimana masyarakat dapat memercayai pejabat publik.
Padahal, kata Dicky, pejabat seharusnya selalu terbuka dengan segala informasi terkait pandemi Covid-19, termasuk ketika terpapar virus corona.
Kemudian, keterbukaan juga diperlukan untuk menghilangkan stigma di masyarakat terhadap pasien Covid-19.
“Bagaimana kita bisa memberi contoh atau teladan kepada masyarakat bahwa penyakit ini bukanlah penyakit yang harus diberi cap negatif atau stigma. Ini kan penting peran pejabat atau tokoh publik,” tutur dia.
Dicky menekankan, keterbukaan informasi tidak hanya menjadi kewajiban pejabat atau tokoh di tingkat nasional, tetapi juga pejabat daerah.
Di sisi lain, keterbukaan juga penting dalam upaya pelacakan kontak. Ia menegaskan, upaya pelacakan kontak tidak akan berhasil jika tidak ada keterbukaan dari pemerintah atau pejabat publik.
“Karena tracing itu harusnya terbuka. Prinsip dasar dari tracing itu terbuka atau dibuka. Walaupun bisa saja orangnya pada level orang umum tidak dibuka, tapi kalau pejabat publik ya dibuka, karena terlalu banyak orang yang berkaitan dan bertemu,” ucap Dicky.