Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) merekomendasikan pemerintah untuk tidak membeli vaksin covid-19 dengan jumlah yang langsung besar. Hal ini disarankan KPK untuk meminimalisir kerugian negara jika ternyata program vaksinasi gagal.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, saran tersebut didapatkan setelah melalui beberapa pertimbangan. Ipi mengatakan, selama ini KPK sudah melakukan beberapa pertemuan dengan Kementerian Kesehatan dan pihak-pihak terkait lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kejaksaan, serta pihak kepolisian.
“Dalam pengadaan vaksin, rekomendasi KPK adalah agar pembelian tidak langsung dalam jumlah besar. Pembelian vaksin dalam jumlah besar direkomendasikan untuk menunggu selesai hasil uji klinis tahap tiga,” kata Ipi kepada merdeka.com, Rabu (3/2/2021).
Sehingga, dalam pengadaan vaksin, Ipi mengatakan bahwa pemerintah hanya diperbolehkan untuk membuat komitmen dengan pihak penyedia saja namun tidak melakukan proses jual-beli dalam jumlah besar.
“KPK menyampaikan bahwa pemerintah dapat membuat komitmen dengan pihak penyedia. Namun tidak melakukan perikatan jual-beli dalam jumlah besar, karena mengandung risiko kehilangan uang negara, apabila terjadi kegagalan vaksin,” kata Ipi menegaskan.
Oleh sebab itu, KPK meminta BPKP, LKPP, bersama Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun) untuk membantu Kemenkes dalam menganalisis draf kontrak pengadaan vaksin. Sehingga, kata Ipi, dalam pengadaan vaksin Kemenkes juga melibatkan lembaga pengawasan negara, bukan hanya melibatkan Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) saja.
“Kami menyarankan untuk melibatkan Jamdatun, LKPP dan BPKP dalam membantu menganalisis draft kontrak pengadaan. Tujuannya untuk memastikan posisi kedua belah pihak berada pada posisi yang setara dan tidak ada yang dirugikan apabila terjadi kondisi kahar (force majeure) di kemudian hari,” kata Ipi
Dalam konteks pencegahan korupsi, Ipi menjelaskan bahwa sebenarnya sejak bulan Maret 2020, KPK telah membentuk tim untuk mengawasi segala kebijakan maupun implementasi program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.
“Sejak awal pandemi KPK telah membentuk 15 satgas di kedeputian pencegahan. Satu satgas bekerja bersama Gugus Tugas di tingkat pusat. Lima satgas melakukan kajian dan fungsi monitoring untuk mengawal kebijakan pemerintah,” ujarnya.